Efektifkah Spanduk Himbauan?
- Ricky Wirianto
- Jan 2, 2017
- 2 min read

Genggers yang mengendarai kendaraan pribadi ataupun menggunakan transportasi umum secara sadar atau tidak sadar pasti pernah melihat spanduk-spanduk berisi himbauan yang dipasang oleh Satlantas setempat, tapi apakah spanduk himbauan tersebut saat ini masih efektif dan menyadarkan masyarakat yang melihatnya? Karakteristik setiap pengendara kendaraan berbeda-beda, ada yang toleransi adapula yang intoleran, ada yang mematuhi adapula yang acuh terhadap peraturan, berkaca dari hal tersebut pengendara di Indonesia tergolong heterogen. Berbeda-beda jenis karakteristik pengendara bisa kita temui di jalanan.
Spanduk-spanduk himbauan bertujuan memberikan peringatan dan menyadarkan masyarakat akan keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain, seringkali kita menemui di pemberhentian lalu lintas, ukuran untuk spanduk pun bervariasi. Beberapa himbauan yang dipasang oleh Satlantas diantaranya:
“Sayangilah kepala Anda!! Gunakan helm SNI dalam berkendara”, “Lebih baik kehilangan 3 menit dibandingkan kehilangan nyawa Anda”, “Hati-hati rawan kecelakaan” dan masih banyak lagi himbauan-himbauan yang dapat kita temui di jalan. Tapi tidak semua masyarakat mengindahkan peringatan-peringatan tersebut. Entah karena para pengendara telah merasa akan selalu aman ataupun sudah terbiasa dengan melanggar peraturan yang ada.

Efektifkah?
Berdasarkan pengalaman MOCHI-KARE mengobservasi karakteristik pengendara, spanduk berisi himbauan tidak efektif lagi karena masyarakat melihat hal tersebut sebagai hal yang biasa saja. Terlebih apabila melihat 1 orang sudah melanggar lalu lintas, misalnya melewati zebra cross ataupun langsung tancap gas ketika lampu merah, banyak yang akan ikut. Dibandingkan himbauan mengenai mematuhi rambu lalu lintas, menurut MOCHI-KARE peringatan mengenai lokasi rawan kecelakaan ataupun lokasi penjambretan lebih membangun kewaspadaan dari pengendara.

Lalu apa yang bisa dilakukan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat untuk sadar atau mematuhi rambu lalu lintas? Keluarga menurut MOCHI-KARE sebagai agen yang berperan penting untuk memupuk karakteristik dari seorang pengendara, ibarat “Buah jatuh tidak jauh dari pohon” bisa jadi benar karena sang anak akan terbiasa dengan perilaku orang tua dalam berkendara. Tapi kendala yang kita lihat, orang tua sedari anak masih kecil sudah dibiasakan untuk melewatkan hal-hal kecil seperti tidak memasangkan helm, menerobos lalu lintas dan masih banyak lagi.

Selain itu mengadakan kunjungan dari Polantas kesekolah-sekolah secara rutin juga dapat menjadi agenda yang tepat untuk mengubah pola & sifat pengendara dari dini. Meskipun memerlukan waktu yang lama setidaknya hal ini bisa menjadi langkah yang bagus untuk mulai berubah dan mengubah etika berkendara di Indonesia.
Memupuk atau mengubah perilaku masyarakat yang melek akan peraturan lalu lintas memang memerlukan waktu yang sangat lama, karena kebiasaan dan sifat kebanyakkan masyarakat Indonesia yang menganggap mudah sesuatu terlebih peraturan berlalu lintas. Tidak ada polisi, jalanan didepan atau kanan / kiri aman, hajar saja asalkan tidak terjadi kecelakaan. Spanduk-spanduk yang terpasang dijalanan sudah seperti pemandangan yang biasa, tapi bisakah kita untuk mematuhinya?
Comments