top of page

'WHITE TAX', Harga Turis Asing

Pernah gak sih merasa iri ketika sedang jalan-jalan ke negara lain dan ternyata ada harga khusus untuk turis asing? Bagi kalangan traveler, hal ini sudah biasa dijumpai di tempat-tempat wisata yang ingin dikunjungi. Perbedaan harga antara wisatawan dengan lokal merupakan salah satu trik dari pemerintah untuk menambah keuntungan terhadap negara.

Tahu gak sih kalau 'White Tax' atau harga turis asing sebenarnya ditujukan terhadap 'bule'?


Dari kata 'White', 'White Tax' sendiri sebenarnya ditujukan terhadap turis asing berkulit putih. Adapun turis asing tersebut adalah turis yang berasal dari Amerika, Eropa, Kanada, Australia, Arab Saudi hingga Afrika Selatan. Hal ini dikarenakan sebuah pemikiran mengenai orang berkulit putih tersebut memiliki uang yang lebih banyak ketika berkunjung ke suatu negara. Pandangan stereotip ini berkembang dan menjadi pegangan semua negara yang memberlakukan 'White Tax' terhadap turis asing.

Di Indonesia sendiri, 'White Tax' menjadi andalan pemerintah dalam meraup keuntungan. Misalnya saja seperti harga visa, pintu masuk sebuah objek wisata, hingga penginapan. Hal ini mendorong terjadinya penetapan harga berlebihan terhadap turis asing di tempat-tempat yang ramai akan turis. Sebut saja, pusat oleh-oleh atau harga pijat atau kepang rambut di pantai Kuta, Bali yang dapat mencapai ratusan ribu terhadap turis asing. Atau bahkan, seorang penunjuk jalan/ guide yang berujung pada tindakan penipuan.


'White Tax' sendiri berkembang tak terkendali dan dapat dijumpai di mana saja. Penetapan ini menjadi sebuah alasan seseorang untuk meraih keuntungan terhadap diri sendiri. Sebuah jalan untuk menambah devisa negara pada akhirnya berubah menjadi bisnis kepentingan.


'White Tax' adalah bentuk diskriminasi?

MOCHI-KARE berpendapat bahwa 'White Tax' sendiri adalah salah satu bentuk diskriminasi yang tidak pernah digubris. Hal ini dikarenakan perbedaan yang begitu banyak antara lokal dan wisatawan asing. Dari segi positif hal tersebut adalah pendapatan luar biasa terhadap negara dan perekonomian masyarakat sekitar, akan tetapi hal tersebut hanya dapat dilihat dari segi ekonomi.

Indonesia sebagai negara yang dikenal akan keramahan dan kesopanan seakan beubah menjadi identitas di mata internasional. Warga yang ramah adalah warga yang siap menerima keuntungan dari kantong wisatawan. Tidak ada lagi warga yang ramah yang siap memberi dan melayani.


Sebagai warga negara Indonesia yang sering berkunjung ke negara lain untuk berwisata, MOCHi-KARE merasa diskriminasi tersebut adalah hal yang berat. Hal ini dikarenakan dengan modal yang secukupnya, harga lebih terhadap turis asing seakan menjadi tekanan. Bagaimanapun juga, 'White Tax' atau harga turis asing akan selalu ada dan bukan hanya di Indonesia, semua negara memiliki hal tersebur.

Jadi, bagaimana menurut Genggers terhadap 'White Tax'?

bottom of page